Istri Cantikku

Aku duduk di bar dengan kolegaku, Jessica namanya, sekedar ngobrol. Kami telah bekerja sama cukup lama. Kami berbicara tentang banyak hal, dan kemudian entah kenapa dia mengambil iPhone punyaku.

Saat itu aku tidak menghiraukan kelakuannya karena ingin segera ke toilet. Ketika aku kembali dia masih menatap teleponku dan tampak puas.

"Hei koleksi fotomu menarik ya?!" Dia tersenyum, menantangku untuk memberikan tanggapan.

Memang ada koleksi foto menarik di ponselku.

"Semua modelnya sama? Cukup seksi, tetapi untuk ukuran koleksi cowok, menurutku ini kurang bervariasi." Dia terus tersenyum dan membuatku semakin tidak nyaman.

"Dia bukan model." Aku tersenyum. "Dia istriku."

Jessica shock mendengar jawabanku. "Ini Vani?"

"Yap"

"Bagaimana seorang bajingan jelek dapat istri cantik seperti ini?"

"Hei, jangan lupa, aku punya magnet buat para wanita!"

"Yang benar saja," jawabnya, dengan tampang yang masih menunjukkan rasa tidak percaya. Dia masih memegang ponselku dan kembali melihat koleksi fotoku.

"Aku nggak percaya kamu bisa menikah dengan wanita yang seperti ini. ... wanita yang..." Dia terdiam dan membuka beberapa foto lainnya, ".... siapa yang mengambil foto ini?"

"Aku, percayalah..." Aku ragu-ragu sebelum menambahkan, "tunggu saja sekitar dua puluh menit, dia akan jemput aku di sini."

"Baiklah, aku kencing dulu, kalau dia sudah sampai, jangan boleh pulang. "


Dia pergi ke kamar mandi sambil melambaikan tangannya yang masih memegang ponselku. "Kalau tidak, aku upload foto ini ke Facebook!"

Saat Vani datang, Jessica masih di kamar mandi, jadi aku harus menjelaskan pada Vani bahwa rekan kerjaku ingin bertemu dengannya.

Jessica akhirnya keluar dari kamar mandi, kami memesan beberapa minuman lagi. Bahkan, kami tetap di bar selama berjam-jam, ngobrol dan minum.

Malam harinya, di tempat tidur, Vani berkata: "Kamu terlihat sangat dekat dengan Jessica."

Aku dan Vani menikah kurang dari satu tahun, dan kami sudah saling percaya, jadi ini bukan tuduhan perselingkuhan.

"Kami dulu pernah dekat, tapi akhirnya sadar kalau sama-sama tidak cocok dan jadinya hubungan kami cuma sebagai teman baik."

"Kayaknya dia piktor ya?" Vani bertanya sambil tersenyum.

"Kamu itu yang pikirannya kotor," aku tersenyum kemudian menyibak selimut yang dia pakai dan membenamkan wajahku di vaginanya.

Menyusul keberhasilanku di tempat kerja, aku dikirim ke sebuah proyek baru untuk klien. Ini akan berlangsung sekitar satu bulan, membuatku terpisah dengan istriku. Sebenarnya aku tidak suka dengan pekerjaan ini, tapi mau bagaimana lagi, ini semua harus kujalani untuk menyambung hidup.

Pada minggu kedua aku menelepon istriku yang di rumah. Butuh beberapa saat sebelum Vani menjawab teleponku dengan nafas yang terengah-engah.

"Kamu lagi ngapain?" Aku bertanya.

"Aku ..." dia mengerang kecil "... di tempat tidur ... mmmm ...."

"Sendirian?"

"Dengan temanku yang ada baterainya, kalau pulang jangan lupa bawa pulang vibrator yang lebih besar." Dia mengerang lagi. "I miss you."

"Buat aku orgasme di telepon dong!" Aku memelas.

"Nggak, simpan barangmu itu untuk minggu depan!"

Dia mengucapkan fantasi seksnya, yang melibatkan banyak laki-laki dan direkam dengan video. Bahkan dia menggodaku dengan mengancam akan merealisasikan fantasinya jika aku tidak bisa memuaskannya minggu depan. Mau tidak mau aku mengurungkan niatku untuk orgasme, karena tidak ingin mengecewakan istriku.

Hal semacam ini berlanjut setiap kali aku meneleponnya, hal ini membuatku menjadi curiga. Aku jadi berpikiran bahwa ada seseorang bersamanya. Setiap kali aku bertanya, dia selau mengalihkan ke obrolan bernada seks yang tidak bisa aku tolak. Aku benar-benar bingung - ini benar atau tidak?

Suatu hari ada meeting dengan orang kantor, di sini aku bertemu Jessica, yang mengajakku makan siang. Aku tahu dia dan istriku telah bertemu beberapa kali setelah perkenalan di bar hari itu.

"Apakah kamu masih sering bertemu Vani saat aku pergi?" Tanyaku santai.

"Beberapa kali, pernah juga ngopi bareng," katanya, "Emang kenapa?".

"Mmmm ..." Aku ragu-ragu, tidak tahu bagaimana menanyakannya, "... nggak apa-apa."

"Kamu curiga ke dia ya?! Kubilang juga apa, dia terlalu seksi buat kamu," ia tertawa, tapi melihat aku serius dia mengubah nada pembicaraan." Andi, aku cupa ketemu beberapa kali, kami berteman, meski dia nggak cerita rahasianya padaku. Tapi aku yakin dia cinta kamu dan dia tidak akan selingkuh dengan pria lain hanya karena kamu di luar kota beberapa minggu."

"Ya, aku tahu. Tapi tolong sekali-kali kamu cek dia."


Suatu hari aku menelepon istriku sekitar jam sembilan malam dan melanjutkan rutinitas seksi seperti biasanya. Keesokan harinya Jessica menghubungiku dan meyakinkan bahwa semua yang aku curigai itu tidak benar, dan dia tidak melihat ada pria di rumahku.

Tapi sekarang kekhawatiranku menjadi lebih parah. Sekarang ketika aku menelepon, istriku tidak menjawab sama sekali, dan kemudian meneleponku balik dan memberikan penjelasan dengan suara yang lemah. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak bisa secara terbuka menghadapinya, tapi tidak bisa membiarkannya begitu saja

Liburan telah tiba, jadi aku akan berada di rumah untuk sementara waktu. Perusahaanku sering mengadakan  acara bareng di vila milik perusahaan. Ini adalah saat memanjakan istriku, aku ajak Vani untuk belanja baju baru untuk kami berdua. Aku pilih jas, dan istriku memilih gaun yang sangat seksi. Cukup mahal, tapi sangat cocok dipakainya.

Barulah ketika kami tiba di rumah, istriku menyadari kalau dia tidak bisa ikut acara perusahaanku, atau setidaknya dia bisa datang tapi terlambat, karena dia sendiri juga diundang di acara perusahannya pada hari yang sama. Meskipun kami berdua diundang untuk kedua acara tersebut, dia mendorongku untuk datang ke acara perusahannku dan akan menyusul secepat mungkin. Aku bisa merasakan sesuatu yang aneh dari tingkah lakunya.

Sebelum kami berangkat ke acara masing-masing, kami masih sempat bercinta saat mandi bareng. Saat dia keluar dari kamar, pakaian yang dia pakai membuatku kaget. Seperti yang kukatakan tadi, gaun itu sangat seksi, dipakai oleh istriku yang sangat cantik, mengingatkanku pada perkataan Jessica bahwa kelas istriku jauh di atasku, mungkin dia benar. Saat kami hendak berpisah, aku berciuman dan berpesan, "Jaga dirimu baik-baik."

Dia tersenyum, "Dan bagaimana aku harus menjaga diriku?" Tanpa menunggu jawaban dia memberikan pandangan mata yang nakal sebelum masuk ke mobil.

Aku pergi ke acara cukup awal dan berbicara dengan beberapa orang yang hadir. Setelah beberapa saat, seorang temanku berkata, "Kamu sudah lama kerja bareng Jessica, apakah kamu tahu dia gay?"

"Lesbian," aku mengoreksi. "Dia punya pacar, tapi di Arab Saudi."

"Yah, aku liat dia ngajak cewek ke sini," kata temanku.

"Kamu berlebihan Matius, hanya ngajak cewek lain itu nggak berarti apa-apa."

"Well..." katanya, "tetapi apakah kamu tidak bisa baca bahasa tubuhnya?"

Aku jadi tertarik dengan pembicaraan ini. Matius bukan orang bodoh, dan ketika ia mengatakan sesuatu setidaknya itu ada benarnya. Secara bersamaan aku kecewa saat Jessica merahasiakan ini semua dariku. Matius membawaku ke tempat dia terakhir kali melihat Jessica dan teman ceweknya, tapi mereka sudah pergi. Kemudian Matius melihat seseorang yang ingin dia ajak berbicara, dan aku berjalan ke bar sendirian.

Sementara aku menunggu, Jessica justru datang sendiri menghampiriku. Dia tampak cantik dan memberiku ciuman ramah dan tersenyum lebar.

"Matius bilang kamu datang bareng teman?" Aku tidak berani menyinggung gender..

"Ya, orang yang saya baru saja aku kenal" Dia tidak mengatakan dengan jelas, dan juga tidak menyinggung gender...

"Baru saja kenal?" Aku mengangkat alis.

"Mmmm ..." katanya.

"Tapi bagaimana dengan Kevin?" Aku bertanya. Kevin adalah cowoknya.

"Kevin ribuan mil jauhnya, dan dia tahu semuanya kok. Dan dia tidak keberatan kok aku berkencan dengan  wanita. Semua cowok pasti suka istri mereka bercinta dengan gadis lain, kan?"

"Nggak," jawabku.

Dia tampak terkejut. "Oh, ayolah. Jangan bilang kau belum pernah melihat film lesbian?"

"Well, ya, tapi itu tidak sama dengan selingkuh. Itu salah."

Matius berjalan melewati kami, dan Jessica melambai. Dia bertanya pertanyaan yang sama.

"Matius, anggaplah kamu sudah menikah, dan ketika kamu masuk dan menemukan istri kamu di tempat tidur dengan wanita lain. Apa yang akan kamu lakukan?"

"Nah tidak ada hipotesis tentang hal itu," jawabnya. "Itu terjadi, dan aku bertanya apakah aku bisa bergabung dengan mereka."

"Lihat," Jessica berkata, "tidak ada masalah."

Jessica mengerutkan kening. "Bagaimana jika istri kamu melarang kamu bercinta dengan kekasihnya, tapi dia masih mencintai kamu?"

Matius terlihat bingung. "Terus terang saya aku juga nggak tahu? Mungkin itu bisa diatur." Dia terdiam sejenak dan tiba-tiba bertanya. "Apa cewekmu sudah punya suami?"

"Ya." Jessica menjawab singkat.

"Dan suaminya nggak tahu?"

"Nggak"

"Dan kau ingin dia tahu?"

"Tentu saja."

"Sulit juga. Andi, menurutmu gimana?"

"Nah itu sudah menyimpang dari pembicaraan kita tadi. Yang tadi kukatakan adalah selingkuh itu salah ... Selain itu aku nggak tahu."

Jessica tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. "Andi, kamu nggak ingin bertemu Richard, dia ada di bar tu, lagi sendiri?"

Richard adalah seorang direktur utama perusahaanku, dan aku ingin menyampaikan ide informal ke dia, jadi aku mengambil kesempatan dan meninggalkan Jessica dan Matius. Sementara aku sedang mengobrol aku bisa melihat Jessica dan Matius masih dalam percakapan yang cukup serius

Setelah beberapa saat ngobrol dengan Richard, dia terlihat tertarik dengan ideku, dan ingin membicarakannya dengan pejabat perusahaan yang lain. Setelah beberapa saat, aku merasa seseorang di belakangku, mendongak dan melihat istriku yang cantik. Dia masih tampak asing dengan teman-temanku, yang sebagian besar belum pernah dia kenal.

Matius adalah orang pertama saja ajak kenalan dengan istriku, dia tampak gugup dan terpesona. Kupikir dia sedikit mabuk.

Selanjutnya, kami makan, minum, ngedance dan bersenang-senang. Sampai aku lelah dan ingin duduk dan ngobrol, namun Vani masih ingin ngedance lagi. Semua teman cowokmu nampak celingukan, tapi Jessica langsung menyerobot dan ingin ngedance bareng Vani. Karena mulai mabuk dan kecapekan aku kehilangan istriku.

"Aku cari istriku dulu ya, khawatir kalau dia digodain."

Matius tampak bingung. "Telat bos." Dia menengok ke arah lantai dansa, tapi karena terlalu rame aku tidak bisa melihatnya.

"Benarkah? Mana?"

"Andi, masak kamu nggak ngerti?"

Aku heran. Aku benar-benar tidak tidak mengerti. "Apa maksudmu?"

"Cewek yang bareng Jessica?"

"Iya, kenapa?"

"Itu istrimu! Jessica ngajak istrimu jadi teman kencannya. Dan mereka sekarang ngedance hot banget."

"Jangan konyol," aku mencari mereka di lantai dansa, dan berhasil menemukannya. Aku melihat.. bukan hanya dengan mataku, tapi otakku.

Dan ketika aku melihat mereka, mereka melihatku, menunggu reaksiku, kemudian berbalik dan berciuman. Jessica mengelus punggung Vani perlahan. Mereka seperti pasangan, dan aku bukan apa-apa.

Mereka mendatangi kami, dan tersenyum.

"Matius, berhenti melotot!"

"Andi, kamu terlalu banyak minum. Jessica ngajak aku ke kamarnya malam ini, kita bicarakan ini besok pagi. OK?"

Aku memohon - tidak ada kata lain. "Vani, jangan."

Dia mengelus pipiku dan berkata, "Aku cinta kamu. Aku nggak ke mana-mana, tapi malam ini aku tidur dengan Jessica. Kita bicarakan ini besok dan kamu akan setuju bahwa ini yang terbaik."

"Nggak."

Dia mencium dahiku seakan-akan aku ini anak kecil. "Kamu harus ngerti, kalau nggak kamu bakal sakit hati, tapi aku janji, aku akan buat kamu setuju... Goodnight"

Dia berbalik untuk pergi. Keduanya tampak begitu cantik, begitu indah, dan begitu seksi. Bagaimana aku bisa menghentikan mereka? Mengapa harus aku hentikan?

"Vani..." Aku memanggilnya - memohon.

Dia mendengarnya, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Dia mengerlingkan mata padaku, berbalik dan menghilang.